JN | JAKARTA – Presiden Joko Widodo dalam sidang tahunan MPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8) menyinggung sejumlah catatan terkait perilaku demokrasi yang semakin keruh menjelang pilpres. Jokowi mengisyaratkan kebesaran hati hadapi caci maki, namun di sisi lain beliau menyinggung terkait demokrasi yang terlampau kebablasan.
Ketua Umum Pemuda Katolik Stefanus Asat Gusma mengapresiasi sikap Jokowi dalam menghadapi cacian.
“Kebesaran hati dalam menghadapi cacian dan kritikan yang terucap dalam pidato kenegaraan Presiden Jokowi patut diapresiasi ditengah ekspresi berbicara yang semakin kebablasan. Itulah sikap bernegara yang patut diacungi jempol, kebesaran hati Jokowi adalah bukti bahwa ia tidak otoriter seperti yang orang tuduhkan akhir-akhir ini”, kata Gusma.
Demokrasi yang semakin keruh menjelang pilpres menjadi indikator bahwa iklim politik hari ini belum sehat. “Seperti udara yang akhir-akhir ini kotor, hate speech di ruang publik adalah polusi yang akhirnya bikin banyak orang merasa tidak nyaman. Padahal, kunci dari demokrasi yang sehat adalah diskursus yang sarat argumen daripada sentimen”, jelas Gusma.
Gusma berharap masyarakat semakin cerdas dalam berdemokrasi dan tidak terjebak dalam dikotomi dan trikotomi sosial akibat kandidasi pilpres. “Siapapun yang menjadi pemimpin, ialah yang terbaik bagi bangsa ini untuk memegang nahkoda kepemimpinan. Jangan sampai euforia pesta demokrasi dihiasi sentimen yang kontraproduktif dan menjemukan mata”.
Komitmen generasi muda dalam mewujudkan iklim demokrasi yang sehat menurut Gusma merupakan ikhtiar nyata yang jelas dibutuhkan saat ini. “Hari ini ruang percakapan digital penuh dengan konten yang sulit untuk di filter. Generasi muda harus menjadi pioneer dalam mewujudkan iklim demokrasi yang sehat dengan tidak menceburkan diri pada diskursus sentimentil. Pemuda Katolik siap melanjutkan keteladanan revolusioner yang telah ditancapkan Jokowi, khususnya dalam hal menjadi pribadi yang dewasa menghadapi dinamika demokrasi’, pungkas Gusma.
Sikap sejuk Jokowi dalam menanggapi ragam kritik kepada pemerintah, dalam pandangan Gusma, adalah cara yang elegan guna mendukung estafet pembangunan bangsa menuju Indonesia emas 2045. Pak Jokowi ingin estafet pembangunan ini menjadi aksi kolaboratif seluruh anak bangsa.
“Energi positif yang ditawarkan Pak Jokowi hendaknya menjadi amunisi anak bangsa menghadapi dinamika demokrasi, diskursus sentimental, kembali menguatkan visi terus melaju untuk Indonesia maju, ” demikian Gusma. *(LI)