January 4, 2025

Jurnalisnusantara.com | Jakarta. – Berlokasi disebuah Kafe dibilangan JL Pakubuwo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jum ‘at (17/02) LIRA menggelar diskusi politik dengaan tema ” Pemilu Legislatif 2024 Terbuka Atau Tertutup”.

Dalam diskusi kali ini tampil beberapa narasumber diantaranya adalah, Faozan politisi PDIP, Dedy Ramanta politisi NasDem, Titi Anggraeni dari perludem dan Adi Prayitno pengurus LIRA.

Dalam tampilan pertamanya Faozan mengutarakan bahwa sistem Pemilu Legislatif 2024 dengan sistem tertutup lebih hemat biaya, hemat waktu dan calon legislatifnya pun lebih berkualitas.

Selanjutnya Dedy Ramanta  mengatakan bahwa, Pemilu Legislatif dengan sistem terbuka lebih baik, karena selama ini sudah terbukti berjalan dengan transparan, dan suara caleg yang berlebih pun bisa diberikan kepada yang lainnya.

Berikutnya Titi Anggraeni menjelaskan bahwa, sistem Pemilu Legislstif dengan sistem tertutup ini mengapa tidak dibahas di Parlemen, dan mengapa pula baru mendekati Pemilu baru ditawarkan, bukan jauh-jauh hari diajukannya.

Titi lebih mendukung pemilihan sistem Pemilu Legislatif ini harusnya dibahas terlebih dahulu di Parlemen, bikin kesepakatan bukannya diajukan ke Mahkamah Konstitusi, lanjutnya.

“Sebab sistem Pemilu Legislatif ini baik yang terbuka maupun tertutup ada Plus dan Minusnya,” ujarnya.

“Mengingat Pemilu Legislatif sudah semakin dekat, sebaiknya Mahkamah Konstitusi memberikan rambu-rambunya saja mengenai sistem Pemilu Legislatif ini, lain halnya untuk Pemilu Legislatif berikutnya,” tambahnya.

Adi Prayitno dalam paparannya menjelaskan bahwa, mengapa Parlemen tidak mau membahasnya, kan biasanya Parlemen sudah biasa membuat Undang-undang secara cepat, kenapa tidak di Mix saja gabungan dari kedua sistem Pemilu Legislatif tersebut.

“Membaca Partai Politik adalah membaca untung dan ruginya, sebab semuanya ada resikonya, imbuhnya.

Presiden LIRA K.H. Andi Syafrani menanyakan, apakah Parlemen tidak malu mengapa sistem Pemilu Legislatif ini diajukan ke MK bukannya dibahas saja di Parlemen, sebab ini kan marwahnya ada di Parlemen, tegasnya.

Diskusi politik ini ditutup dengan pendapat oleh pengamat politik dari Perludem dimana, “Mahkamah Konstitusi tidak boleh melebihi kewenangannya dan harus di kembalikan kepada yang membuat undang-undang, yakni Parlemen,” pungkasnya. (Wan)

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!